
Pogasi Agrinak, Sapi Pedaging Lokal Unggul Indonesia
Peranakan Ongole Grati Hasil Seleksi (Pogasi) Agrinak adalah galur baru sapi pedaging hasil penelitian pemuliaan selama lebih dari 14 tahun (sampai empat generasi) yang dilakukan oleh periset Loka Penelitian Sapi Potong (Lolitsapi) Grati, Pasuruan, Jawa Timur, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Kementerian Pertanian (Balitbangtan, 2019). Selama pemuliaan, para periset memanfaatkan sapi-sapi PO dari berbagai wilayah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Sapi PO memiliki keunggulan sebagai sapi tropis yang tahan panas, tahan gangguan parasit, dan toleran terhadap pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Seleksi diarahkan untuk menghilangkan genetik selain PO. Pemuliaan ini kemudian “melahirkan” sapi baru bernama Pogasi Agrinak, yang memiliki keunggulan dibanding sapi PO .
Keunggulan yang dimiliki sapi Pogasi adalah memiliki bobot yang lebih tinggi yaitu pada umur 3,5 tahun bisa mencapai bobot 800–900 kilogram, lazimnya sapi PO dengan umur yang sama rata-rata hanya berbobot 600–700 kilogram. Kemudian kelebihan yang ke dua yaitu Pogasi memiliki tinggi yang lebih dimana sapi Pogasi berumur 2 tahun bisa mencapai tinggi 135–160 cm, sedangkan sapi peranakan ongole hanya memiliki tinggi 130 cm pada umur yang sama. Sesuai SNI 7651-5:2020 persyaratan mutu bibit sapi PO jantan pada umur 2 tahun, tinggi pundak untuk kelas I : 132 cm, kelas II : 128cm, dan kelas III : 124 cm, sedangkan untuk bibit PO betina adalah kelas I : 123 cm, Kelas II : 120 , dan Kelas III : 117 cm. Hingga dapat dikatakan jika sapi Pogasi memang bertubuh bongsor, dan besar dibanding sapi PO seusianya. Pakar menyebut bahwa sifat bongsor sapi pogasi muncul sejak awal, dimana bobot lahir sapi pogasi rata-rata 26–28 kilogram per ekor, sedangkan sapi PO biasa paling tinggi 23 kilogram.
Kelebihan lain selain tubuh bongsor, sapi pogasi juga efisien terhadap pakan dan dikenal sangat adaptif dengan berbagai jenis pakan seperti mampu memanfaatkan pakan berbahan baku utama hasil samping pertanian dan hasil samping pengolahan hasil pertanian, sehingga sapi Pogasi mampu dikembangbiakkan di daerah marginal dan terintegrasi dengan usaha pertanian , juga perawatannya sangat mudah. Menurut Aryogi periset Lolit Sapi, bahkan sapi Pogasi hanya memerlukan 3 gram protein untuk menghasilkan 6 gram daging. Jika dibandingkan dengan sapi PO yang menghabiskan 10 gram protein untuk menghasilkan daging yang sama. Jadi Pogasi efisien terhadap pakan. Masih ada kelebihan sapi Pogasi, yaitu memiliki kualitas daging yang tidak kalah dengan daging sapi impor. Karena pakannya yang natural, hingga daging sapi Pogasi lebih kesat, enak, gurih, dan rasa dagingnya lebih terasa daripada sapi-sapi Simental dan Limosin.
Ciri-ciri eksterior sapi POGASI Agrinak diantaranya, warna badan putih polos dengan cenderung kekuningan, tanduk bungkul (pendek dan besar) dan gumba tumbuh ke atas, tidak jatuh ke samping/belakang, daun telinga lurus ke samping (tidak menggantung), rambut di ujung ekor berwarna hitam kelam serta gelambir berlipat kecil dan banyak.
Nilai feed convertion ratio (FCR) sapi pogasi jantan berumur 18–24 bulan rata-rata 15 pada kandungan protein kasar ransum 12%. Jika kandungan protein kasar 10%, nilai FCR menjadi 17. Nilai FCR 15 berarti setiap konsumsi 15 kilogram bahan kering ransum, bobot sapi bertambah 1 kilogram per hari per ekor. Nilai yang lebih baik dibanding FCR sapi PO yang lebih dari 18. Semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik. Efisiensi penggunaan pakan oleh ternak menyebabkan keuntungan ekonomi yang lebih baik dalam suatu usaha penggemukkan sapi potong
Hasil penelitian terhadap galur sapi POGASI menunjukkan bahwa pemberian pakan asal limbah pertanian dengan kandungan PK 10.4%, SK 26,3% pada sapi jantan muda mampu mencapai rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar 0.7 kg. Lalu, pemberian pakan berbasis tepung gaplek dengan kandungan PK 9,9% pada sapi jantan umur 2 tahun, mampu mencapai rata-rata PBBH sebesar 0.8 kg dan karkas 50,96%.
Pemberian pakan dengan kandungan PK 8% pada sapi induk mampu mencapai rata-rata PBBH pedet sebesar 0.6 kg dan anestrus post partus (APP) induk kurang dari 90 hari, pemberian pakan dengan kandungan PK 8 – 9 % pada penggemukan sapi jantan mampu mencapai rata-rata PBBH sebesar 0,8 – 0,9 kg, kemudian pemberian pakan dengan kandungan PK 8 – 9 % pada sapi bunting 8 bulan sampai menyusui 5 bulan mampu menghasilkan rata-rata anestrus post partus (APP) induk kurang dari 77 hari dan PHHB pedet sampai umur 5 bulan sebesar 0.6 – 0.7 kg dengan rata-rata berat lahir pedet sebesar 25.3 – 25.5 kg.
Dengan keunggulan yang menonjol pada sapi POGASI Agrinak yang adaptif terhadap pakan serat kasar tinggi dan protein kasar rendah, semoga Pogasi dapat dikembangkan pada daerah-daerah marginal sebagai salah satu sapi potong lokal unggul yang bisa memberikan keuntungan ekonomi yang lebih baik pada usaha penggemukan sapi potong. Semoga (Ari Widyastuti, BSIP Yogyakarta, Dari berbagai sumber).