Panen Umbi Gembolo di Taman Agrostandar
Hari Jumat, 26 April 2024 telah dilaksanakan panen raya umbi gembolo di Taman Agrostandar BSIP Yogyakarta. Gembolo, yang termasuk suku gadung-gadungan, atau Dioscoreaceae, memiliki nama ilmiah Dioscorea bulbifera, L, dengan beberapa nama sinonim, di antaranya Helmia bulbifera (L.) Kunth, Dioscorea sylvestris, De Wild., Dioscorea heterophylla, Roxb., Dioscorea rogersii, Prain & Burkill. Umbi gembolo secara morfologi serupa dengan umbi gembili. Keadaan itu yang membuat kebanyakan orang yang menanamnya menganggap keduanya tumbuhan yang sama, padahal secara taksonomi berbeda. Gembili dan gembolo berbeda dalam ukuran umbinya. Umbi gembolo berukuran lebih besar, bisa seukuran bola sepak, berkisar antara 0,5 hingga 2 kg. Satu pohon gembolo bisa menghasilkan 200 umbi dengan berat rata-rata 1,5 kg, potensi hasil dapat mencapai 200 ton/ha.
Gembolo adalah tumbuhan perdu semusim, memanjat, yang dapat mencapai ketinggian 3-10 m. Daunnya daun tunggal berbentuk jantung. Gembolo memiliki umbi udara (bulbil) yang khas. Umbi utamanya berbentuk bulat, besar, dengan rambut akar yang pendek dan kasar. Daging umbi sangat bergetah namun lunak, berwarna kekuningan dan keras. Gembolo tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1.800 meter di atas permukaan air laut. Selain ditanam, gembolo juga dapat ditemukan sebagai tumbuhan liar.
Tumbuhan ini adalah tumbuhan asli Afrika, Asia Selatan, India, Maladewa, Tiongkok, Jepang, Filipina, Indonesia, dan Australia utara. Dari tanah asalnya, gembolo kemudian berkembang ke banyak wilayah, seperti Amerika Latin, Hindia Barat, wilayah selatan Amerika Serikat, dan negara-negara kepulauan. Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini disebut air potato atau air yam. Di Indonesia, gembolo memiliki nama daerah uwi buah, uwi blicik, atau jebubug.
Gembolo memang tidak dibudidayakan secara intensif. Gembolo termasuk jenis tanaman yang terkonservasi di pekarangan rumah, tanpa disengaja, karena hanya menganggapnya tanaman pengisi lahan pekarangan. Namun gembolo termasuk tumbuhan yang dapat memberikan jalan keluar untuk ketahanan pangan keluarga dalam kondisi krisis.
Upaya budidaya memang sudah ada untuk beberapa jenis bahan pangan seperti talas, bentul, singkong, ubi jalar, garut (umbi-umbian), jagung, kedelai, cantel, sorgum (biji-bijian), kentang, labu parang (sayuran), pisang, sukun (buah-buahan). Namun, ganyong, kentang hitam, gembili, ubi gantung, gadung, gembolo, suweg, uwi, kimpul, sagu, gandum, sorgum, dan jali, termasuk dalam jajaran tumbuhan yang dibudidayakan sambil lalu. Semua jenis yang disebutkan itu masih dapat direkonstruksi budidaya dan kulinologinya (pengolahan kulinernya), bahkan kearifan tradisi dalam pola konsumsi masyarakat melalui tradisi “ngrowot”, yaitu makan makanan berasal dari “wot” atau akar-akaran.
Masa panen gembolo lebih lama dibandingkan gembili berkisar antara 9 - 24 bulan. Penentuan apakah gembolo bisa dipanen atau tidak bergantung pada struktur bulbil yang dimilikinya. Bulbil adalah struktur reproduktif pada tanaman yang berfungsi sebagai organ penyimpanan atau perkembangbiakan. Bulbil biasanya tumbuh di bagian tanaman tertentu, seperti ketiak daun atau pangkal batang, dan dapat memberikan tanaman kemampuan untuk berkembang biak secara vegetatif. Bulbil dapat tumbuh menjadi tanaman baru ketika ditanam atau jatuh ke tanah. Ini merupakan salah satu cara tanaman melakukan reproduksi aseksual atau vegetatif.
Bukan hanya sebagai sumber pangan potensial, memiliki khasiat sebagai obat herbal. Dalam tradisi pengobatan kuno, gembolo dimanfaatkan untuk obat disentri, diare, penyakit-penyakit ringan, hingga radang mata. dan luka bengkak. Jenis-jenis Dioscorea memiliki kandungan steroid diosgenin, bahan yang memiliki manfaat dalam industri pil KB.
Di Indonesia, penelitian lebih banyak dilakukan pada pemanfaatan umbinya untuk substitusi terigu pada pembuatan mi kering. Dari segi kandungan polisakarida pada umbi, gembolo punya kadar karbohidrat tinggi sebesar 19,8 persen dengan glukomanan sebagai polisakarida utamanya. Glukomanan pada gembolo memiliki karakteristik Water Holding Capacity (WHC) yang tinggi, di mana larutan glukomanan dalam air memiliki sifat merekat dan dapat membentuk gel dengan viskositas tinggi. Sifat-sifat ini dapat dimanfaatkan dalam pembentukan tekstur pada produk pangan, seperti misalnya mie. Glukomanan termasuk dalam kategori serat larut air dan memberikan dampak positif bagi kesehatan. Beberapa manfaatnya meliputi fungsi sebagai prebiotik, kontribusi dalam menurunkan kadar kolesterol darah, memperlambat penyerapan glukosa, dan menurunkan indeks glikemik. Oleh karena itu, gembolo dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional yang bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tepung.
Umbi gembolo mulai banyak diteliti terutama di Tiongkok, sebagai bahan obat-obatan karena kandungan diosgeninnya yang tinggi. Penggunaan gembolo (Dioscorea bulbifera) diyakini dapat memberikan manfaat kesehatan dan mengandung nilai etnomedisinal yang tinggi. Beberapa studi menyebutkan bahwa gembolo telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Gembolo dapat dipakai untuk mengobati batuk, epistaksis, gondok, hemoptisis, faringitis, infeksi kulit, ambeien, infeksi tenggorokan, dan menghilangkan ketombe. Gembolo juga digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok yakni membersihkan panas patogen dan kanker serta menghentikan pendarahan saat pembekuan darah.