Identifikasi Kebutuhan SIP melalui Implementasi APH di Kabupaten Kulon Progo
Koordinasi kegiatan Inventarisasi dan Identifikasi Kebutuhan Standar Instrumen Pertanian (SIP) Spesifik Lokasi dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2024 di Dusun Pergiwatu Wetan, Kalurahan Srikayangan, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Kunjungan dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai implementasi pelaksanaan pertanian ramah lingkungan khususnya implementasi Agensia Pengendali Hayati (APH) di lahan pertanian yang telah dilaksanakan oleh anggota Kelompok Tani Karya Makmur. Kelompok Tani Karya Makmur memiliki 118 anggota dan telah terbentuk sejak tahun 2002 dengan nomor registrasi lama : 9/SRK/VI/02 dan nomor registrasi baru : 34.01.06.SRK.KT.09.2016.
Kelompok Tani Karya Makmur mengelola Klinik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan nomor registrasi : KH.01.34.3401.2022.195. Klinik PHT tersebut dibentuk pada tahun 2022 yang dibimbing dan didampingi oleh UPTD Balai Proteksi Tanaman Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DIY. Kegiatan di Klinik PHT selain menerima konsultasi kesehatan tanaman dibantu oleh petugas POPT, juga secara mandiri telah berhasil memproduksi 5 jenis APH yaitu : Beauveria bassiana, Bacillus subtilis, Paenibacillus polymyxa, Trichoderma harsianum, dan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Proses produksi difasilitasi pihak pemerintah desa dengan memanfaatkan Dana Desa dan hasil produksi dibagikan secara gratis kepada 15 kelompok tani yang berada di wilayah Kalurahan Srikayangan. Dalam 1 musim tanam, klinik PHT Karya Makmur telah mampu memproduksi sebanyak 150 L/jenis APH.
Pada proses budidaya padi maupun hortikultura selama ini telah menerapkan penggunaan APH namun hanya diimplementasikan pada awal tahapan budidaya yaitu saat olah tanah dan fase awal pertumbuhan tanaman. Saat olah tanah, sebagian besar petani anggota telah mengaplikasikan pupuk kandang dan Trichoderma sp. pada lahan pertaniannya. Sebagian kecil petani juga menambahkan aplikasi penyemprotan jadam pada fase tersebut. Jadam (Jayonul Damun saraMdul; bhs Korea), merupakan metode pertanian asal Korea yang menerapkan prinsip organik yang mengikuti cara kerja alam. Setelah fase pengolahan, tanah dibiarkan sementara waktu hingga mencapai tingkat kekeringan tertentu yang menjadi tanda bahwa tanah telah siap dibentuk menjadi bedengan-bedengan. Penanaman dilakukan biasanya selisih 1 hari setelah pembuatan bedengan selesai dilakukan. Aplikasi penyemprotan APH dilakukan saat tanaman berumur 5-10 HST. Idealnya, penyemprotan menggunakan APH dilakukan sebanyak 7-9 kali penyemprotan dalam 1 fase tanam dengan jeda penyemprotan selama 1 minggu dan waktu penyemprotan sehari 2 kali yaitu pada pagi (sebelum pukul 09.00 WIB) dan sore hari (setelah pukul 15.00 WIB).
Sebagian besar petani di Kalurahan Srikayangan menerapkan pola tanam padi-padi-hortikultura. Varietas hortikultura yang biasa ditanam adalah cabai atau bawang merah. Pada proses budidaya padi maupun hortikultura, petani telah mengimplementasikan APH sejak 3 tahun yang lalu. Ketertarikan petani untuk mengaplikasikan APH diawali saat melihat keberhasilan petani lain yang telah mempraktekkan penggunaan APH di lahan pertaniannya. Keberhasilan tersebut kemudian memotivasi petani lain untuk meniru karena menginginkan produktivitas panen yang lebih baik. Sebagian besar petani usia millennial mengikuti implementasi APH juga karena didasarkan pada kesadaran mereka tentang konsep pertanian ramah lingkungan yang berupaya meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetik dalam budidaya pertanian. Adapun petani yang berusia lanjut, mengikuti implementasi APH dikarenakan ingin menekan biaya produksi dalam hal pembelian pestisida/obat pertanian.
Pada awal bulan September 2024, petani merencanakan melakukan penanaman bawang merah varietas Tajuk. Varietas ini dipilih karena produksi umbi tinggi. Selain Tajuk, varietas bawang merah yang biasa ditanam adalah varietas lokal Srikayang. Areal lahan yang akan ditanami bawang merah total seluas 450-500 ha dengan rata-rata luas kepemilikan lahan sebesar 2.000-3.000 m2.
Hingga saat kegiatan identifikasi, petani belum mampu secara konsisten melakukan frekuensi penyemprotan APH sesuai dengan yang direkomendasikan. Hal ini dikarenakan waktu yang diperlukan terlalu menyita kesibukan petani, yaitu 2 kali penyemprotan dalam 1 hari dilakukan intensif selama 2 hari sekali atau maksimal seminggu sekali selama musim tanam varietas. Kendala yang lain yaitu, meskipun sebagian besar petani telah mengetahui manfaat APH namun tidak dapat mengimplementasikannya secara keseluruhan selama musim tanam karena petani tetap mengejar produktivitas dan keuntungan. Pada fase olah tanah dan awal pertumbuhan petani akan mengimplementasikan APH namun apabila pada perkembangan selanjutnya ditemukan kendala OPT atau penyakit tanaman yang mengkhawatirkan, maka petani akan segera mengatasinya dengan sintetik/obat pertanian untuk mencegah kegagalan panen.