FGD Inventarisasi dan Identifikasi Kebutuhan Standar Instrumen Pertanian Spesifik Lokasi D.I.Y
Focus Group Discussion (FGD) Inventarisasi dan Identifikasi Kebutuhan Standar Instrumen Pertanian Spesifik Lokasi D.I. Yogyakarta dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Agustus 2024 di Ruang Auditorium BSIP Yogyakarta. FGD diselenggarakan dalam rangka inventarisasi dan identifikasi kebutuhan standar instrumen pertanian spesifik lokasi. FGD merupakan bagian kegiatan untuk menghasilkan dokumen kebutuhan SNI spesifik lokasi sesuai dengan kebutuhan pengguna termasuk pelaku utama, pelaku usaha dan lembaga penerap standar pertanian di D.I. Yogyakarta. Acara FGD diikuti oleh 40 peserta terdiri atas kelompok tani, pelaku UMKM, petugas Dinas, POPT, asosiasi petani, fungsional penerap dan penyuluh BSIP Yogyakarta
Acara FGD diawali dengan laporan panitia yang disampaikan oleh penanggungjawab kegiatan Dr. Fibriyanti, SP, M.Si dilanjutkan pembingkaian sekaligus pembukaan FGD oleh Kepala BSIP Yogyakarta, Dr. Soeharsono, S.Pt., M.Si. Paparan materi FGD disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Sri Nuryani Hidayah Utami, MP., M.Sc (Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta), Ina Zulaehah, SP, MSc (BSIP Lingkungan Pertanian) dan Ir. Paryoto, MP (Ketua Ikatan POPT Indonesia/IPOPTI)
Prof. Dr. Ir. Sri Nuryani Hidayah Utami, MP., M.Sc memaparkan materi "Tinjauan Akademis Pertanian Ramah Lingkungan Menuju Pertanian Berkelanjutan". Materi mencakup definisi pertanian ramah lingkungan yaitu sistem pertanian berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas tinggi dengan memperhatikan pasokan hara dari penggunaan bahan organik, minimalisasi ketergantungan pada pupuk anorganik, perbaikan biota tanah, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) berdasarkan kondisi ekologi, dan diversifikasi tanaman. Prinsip dasar pertanian ramah lingkungan meliputi 11 elemen yaitu 1) Keanekaragaman Hayati, 2) Kesehatan Tanah, 3) Rotasi Tanaman, 4) Penanaman Pendamping, 5) Pengendalian Hama Secara Alami, 6) Konservasi Air, 7) Peternakan Terpadu, 😎 Agroforestry, 9) Masukan Bahan Kimia Minimal, 10) Adaptasi Lokal, dan 11) Mengurangi Limbah.
Manfaat dan keuntungan pertanian ramah lingkungan, adalah 1) Minimalisasi bahan kimia pertanian tanpa menurunkan produktivitas, 2) Keseimbangan ekosistem dan alam dan 3) Konservasi, kesuburan dan kelestarian lingkungan terjaga. Metode pertanian ramah lingkungan yang terbaik mencakup 1) Rotasi tanaman, 2) Polikultur, 3) Pengendalian hama secara alami (serangga bermanfaat), 4) Penanaman pendamping, 5) Pemupukan organik (Kompos dan Pupuk Kandang) dan Pupuk Hayati, 6) Konservasi/Pengurangan Pengolahan Tanah.
Tantangan, solusi dan tips serta masa depan pertanian ramah lingkungan yang duraikan meliputi 1) Transisi pertanian konvensional ke pertanian ramah lingkungan, 2) Pemahaman teknik pertanian ramah lingkungan dan 3) Pengendalian hama penyakit terpadu. Selain hal tersebut aspek pasar dan keterlibatan masyarakat serta penguatan kolaborasi dan jaringan (networking) antar stakeholders menjadi kunci keberhasilan penerapan pertanian ramah lingkungan.
Ina Zulaehah, SP, MSc dari BSIP Lingkungan Pertanian menjelaskan materi terkait "Standardisasi Pertanian Ramah Lingkungan". Aspek yang harus diperhatikan dalam pertanian ramah lingkungan adalah sumberdaya dan input produksi, produksi dan produktivitas, ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Konsep pertanian ramah lingkungan dilihat dari perspektif Environmental Services (Intangible Benefits/Externality), Marketable Products (Tangible Benefits) dan Penurunan Efek Gas Rumah Kaca. Pemasalahan, harapan dan tantangan penyediaan pangan membutuhkan model pertanian berkelanjutan ramah lingkungan dalam membangun sistem agribisnis berdaya saing tinggi.
Perbedaan konsep pertanian ramah lingungan dan pertanian organik juga diuraikan secara detail. Sepuluh prinsip pertanian ramah lingkungan berkelanjutan yang diuraikan meliputi 1) Produktivitas meningkat, 2) Konservasi tanah dan air, 3) Termanfaatkannya limbah pertanian secara optimal (Zero Waste), 4) Diterapkannya pengendalian OPT Terpadu, 5) Termanfaatkannya sumberdaya lokal, 6) Adaptif terhadap perubahan iklim, 7) Integrasi Tanaman-Ternak, 8)Terjaganya biodiversitas, 9) Rendahnya cemaran logam berat, 10) Turunnya emisi Gas Rumah Kaca. Contoh-contoh penerapan pertanian ramah iklim dengan Climate Smart Agriculture dibandingkan dengan teknologi petani dan sistem pertanian organik dipaparkan mulai dari peningkatan hasil panen, penurunan emisi GRK hingga analisis kelayakan ekonomi (R/C rasio).
SNI yang terkait dengan pertanian berkelanjutan diantaranya 1) SNI 8969:2021 (Indonesian good agricultural practices (IndoGAP) – Cara budidaya tanaman pangan yang baik), 2) SNI 6729:2016 (Sistem Pertanian Organik), 3) SNI 9224-1:2023 (Metode pengukuran emisi gas metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) di lahan padi sawah.
Selanjutnya disosialisasikan tentang Komite Teknis 65-24 Pertanian berkelanjutan yang terbentuk pada tanggal 10 Oktober 2023 sesuai SK Kepala BSN No 440/KEP/BSN/10/2023 tentang Pembentukan Komite Teknis 65-24 Pertanian Berkelanjutan dan SK Kepala BSN No 291/KEP/BSN/7/2024 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala BSN 441/KEP/BSN/10/2023 Penetapan Susunan Keanggotaan Komite Teknis 65-24 Pertanian Berkelanjutan. Tugas Komtek adalah mengembangkan standar terkait bidang pertanian berkelanjutan yang mencakup: 1) Pengelolaan pertanian berkelanjutan, 2) Pengelolaan hara terkait rekomendasi aplikasi penyubur tanah pada berbagai ekosistem, 3) Pengelolaan data klimatologi pertanian dan 4) Pengelolaan hama terpadu pertanian Ir. Paryoto, MP menjelaskan materi tentang "Penerapan Agensia Pengendali Hayati Sebagai Komponen Pengelolaan Hama Terpadu". Penamaan istilah agensia pengendali hayati (APH), penggunaan, pengelolaan dan penjaminan mutu APH terstandar ISO diuraikan di awal. Aplikasi APH harus dengan konsep tidak menempatkan APH sebagai pestisida, input pupuk organik harus tinggi dan rutin dan menjaga keseimbangan ekologi. Pemanfaatan musuh alami berupa predator alami, parasitoid dan patogen sebagai APH.
Tahapan kontrol kualitas (QC) melalui proses eksplorasi dan koleksi dan sosialisasi (kelembagaan, program, jenis mikroba berguna), pemurnian atau perbanyakan APH (padat/semi padat, cair, metabolik sekunder), postulat Koch, uji pertumbuhan vegetatif, uji sporulasi, uji viabilitas, uji patogenisitas, uji efektivitas, uji virulensi (nilai nisbah resistensi) dan evaluasi dan peremajaan isolat.
Teknis pengendalian OPT dengan pendekatan ekologis meliputi 1) Tindakan pre-emtif (aplikasi APH semenjak awal tanam), 2) Perbaikan agroekosistem (penggunaan pupuk organik, pembenah tanah), konservasi musuh alami (penanaman refugia, membangun reservoir pada sentra-sentra produksi) dan 4) Pengelolaan agro-ekosistem dengan mengoptimalkan peran bahan organik dalam tanah.
Kunci keberhasilan pengendalian ekologi adalah pendampingan penerapan OPT secara rutin. Introduksi APH disosialisasikan secara terus menerus meliputi penggunaan Beauveria bassiana, Metharrizium rileyi, Nomuraea rileyi, lecanicium lecani, Trichoderma harsianum, Pseudomonas flourencent, Bacillus subtilis, PGPR, Paenibacillus polymixa, ZPT alami (Lindi, MOL) dan Pestisida Nabati.
Hasil diskusi memberikan kesimpulan bahwa penerapan budidaya tanaman pangan ramah lingkungan pada prinsipnya menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan penggunaan masukan sarana produksi secara bijaksana terutama agrokimia seperti pupuk an organik dan pestisida. Penerapan model pertanian ramah lingkungan untuk tanaman pangan yang mengintegrasikan komponen teknologi spesifik lokasi menjadi efektif dengan dukungan kebijakan, melibatkan penyuluh lapang dan partisipasi aktif petani baik pada skala petak percontohan/demo farm maupun hamparan.
Sistem pertanian ramah lingkungan, di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah diterapkan oleh penerap/petani pada berbagai komoditas pertanian seperti padi, cabai, bawang merah, dan palawija. Untuk keberlanjutan penerapan sistem pertanian ramah lingkungan di Daerah Istimewa Yogyakarta, masih memerlukan dukungan berupa kebijakan, pasar, bimbingan teknis, peralatan, dan standar sebagai pedoman.
Standar pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan diperlukan sebagai pedoman untuk semua proses implementasi berbagai komponen teknologi dalam sistem pertanian ramah lingkungan, yang mencakup a) Pengelolaan pertanian berkelanjutan, b) pengelolaan hara terkait rekomendasi aplikasi penyubur tanah pada berbagai ekosistem, c) Pengelolaan data klimatologi pertanian, dan d) Pengelolaan hama terpadu pertanian.
Semoga segera terwujud standar pertanian ramah lingkungan untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan sistem budidaya pertanian yang berkelanjutan khususnya di D.I. Yogyakarta yang “Memayu Hayuning Bawana” (menjaga, memperindah dan menyelamatkan dunia).